MENDUNG MEMANG SEDANG MENGGANTUNG DI LOSMEN SRIKANDI (TVRI)

TEGANG. Wahyu Sihombing bersama dua pemain tetap, mbak Pur dan bu Broto. Apda apa sih sebetulnya di antara mereka, kok tegang?

PATEN. Losmen kembali bergoyang. Tanpa seizin Wahyu Sihombing-Tatiek Maliyati, sutradara-penulis skenario Losmen dan pimpinan Studio 17, aktor Dicky Zulkarnaen membawa sebagian pemain Losmen untuk pergelaran di beberapa kota. Dimulai di Jakarta, 4 Februari 1988, di gedung Nyi Ageng Serang, Kuningan, Jakarta, bu Broto, pak Broto, mbak Pur, dan mbak Sri muncul bersama menghibur janda dokter atas prakarsa IDI.

Sebagai koordinator, Dicky sekaligus sebagai penulis skenario yang cuma berbentuk sinopsis sebanyak 4 lembar ketikan. Tanggal 15 Februari 1988, Keluarga Bu Broto, begitu Dicky memberi judul penampilan mereka, muncul kembali menghibur kota Malang, dan esoknya kota Surabaya mendapat gilirannya. Kali ini, Dewi Yull absen, Mathias Muchus alias Tarjo yang nongol. Beberapa pemain Srimulat Surabaya ikut meramaikan.

Media massa (waktu itu) mulai tertarik mengikuti losmen versi baru (era itu) ini. Isu di luaran malah bilang, Losmen (waktu itu) akan direnovasi total. Tidak saja dekor di TVRI, tapi juga para pemain tetapnya. Dan Keluarga Bu Broto jalan terus. Tanggal 23 Februari 1988, di depan keluarga besar karyawan pabrik pupuk Iskandar Muda di Lhokseumawe, mereka kembali muncul. Eeng Saptahadi alias Jarot ikut mendapat giliran.

Ada apa dengan semuanya ini? Padahal, Agustus tahun 1987 lalu, kasus serupa sudah terjadi. Dan teguran sudah dilakukan oleh Wahyu Sihombing kepada Ida Leman dan Mieke Wijaya ketiak mereka tanpa pemberitahuan nyelonong di panggung Srimulat Semarang dengan nama dan kostum persis-pleg Losmen. Jadi, apa yang dilakukan Studio 17 menghadapi kasus ini? “Citra dan impresi Losmen yang sudah dibangun sekian tahun bisa rusak karena acara seperti ini,” jelas Hombing.

Hombing mengaku pernah mendapat honor hak cipta Losmen sebesar satu juta rupiah, September tahun 1987 lalu, dari Dicky. “Katanya, buat acara malam Tahun Baru (1988-red) di Surabaya. Sifatnya juga cuma hura-hura saja. Jadi, saya izinkan.” Menurut Hombing, bukan soal izin atau uang izin yang ia persoalkan. Untuk itulah, ia buru-buru mendaftarkan Losmen ke Direktorat Hak Paten dan Hak Cipta, 24 Februari 1988, atas nama penulis naskah Tatiek Maliyati.

Hombing merasa azas kekeluargaan yang diterapkan di Studio 17 tidak berhasil. “Beberapa pemain yang ikut Dicky memang merasa tidak menyalahi aturan. Khan namanya kekeluargaan, bukan organisasi? Lucu kalau saya buat peraturan.” Yang ia pertanyakan, 1988 moral dan etik dari Losmen versi baru (kala itu) ini. “Sebagai artis film yang tahu hak cipta, yang mengutuki pembajakan film dalam bentuk video gelap, mestinya tahu bahwa tindakan seperti itu tidak betul.”

PAKET. Tapi, lalu bagaimana kelanjutan paket seri Losmen di TVRI? “Tidak ada perubahan apa-apa untuk seri mendatang.” Malah seri yang kemudian berjudul romantis, Cinta Bersemi Di Losmen Srikandi, seluruh pemain tetap Losmen masih muncul. Dengan perkecualian, kata Hombing, “Mereka yang tidak mau ikut lagi.” Baru untuk paket berikutnya, Hombing tidak mau bicara. “Masih ‘confidential’, rahasia.”

Lepas dari yang dilakukan Hombing nantinya, Ida Leman alias mbak Pur, pengikut setia Keluarga Bu Broto merasa terpukul dengan pemberitaan sebuah majalah. “Tidak benar dalam wawancara per telepon saya mengatakan begitu.” Dalam berita itu, saat ditanya apa tidak minta izin dulu, katanya, Ida bilang, “Apa ya harus minta izin segala, apa memang ada aturannya?”

Ida kesal. “Apa mungkin saya berkata begitu? Itu khan menyakitkan hati pak Hombing dan bu Tatiek? Padahal, mereka khan guru saya. Masuk akal apa kalau saya tega ngomong begitu?” Untuk pementasan Keluarga Bu Broto berikutnya, Ida bersikap, “Pokoknya, jangan sampai ada yang merasa disakiti. Harus dicari jalan tengah dan semuanya dilibatkan.”

Secara pribadi, ida ingin hal ini dimusyawarahkan bersama. “Kita ini khan sudah hampir 3 tahun kompak. Jadi, saling menghargailah.” Dewi Yull alias jeng Sri juga prihatin dengan situasi Losmen, 1988 ini. Baru sekali (sampai saat itu) ia ikut pentas Keluarga Bu Broto. “Waktu itu saya kira oom Dicky (Zulkarnaen-red) sudah minta izin sama pak Hombing.”

Dewi mengaku mendapat banyak keuntungan lewat penampilannya di Losmen. “Produser kaset memakai saya karena saya banyak tampil di TVRI. Itu salah satu alasan mengapa mereka memilih saya. Padahal, masih banyak penyanyi yang lebih bagus suaranya daripada saya.” Sikap Dewi jika diajak lagi oleh Keluarga Bu Broto. “Saya harapkan mereka minta izin dulu ke pak Hombing. Kecuali, kalau saya cuma sekadar nyanyi, itu di luar konteks Losmen.”

Merasa serba salah, tapi tidak ingin cuci tangan sebagai kelaurga besar Losmen Srikandi, Dewi yang sibuk dengan syuting filmnya yang kedelapan bersama Sophan Sophiaan, Ayu dan Ayu, menjadi pribadi berpendapat, “Sudah banyak jasa Losmen kepada kita. Seharusnya kita mulai berpikir apa yang harus kita berikan untuk membalas jasa.” Seperti judul seri Losmen sebelumnya, mendung memang sedang menggantung di Losmen Srikandi (waktu itu).

Hombing cuma ketawa saat ditanya apakah ada kemungkinan rujuk dengan Keluarga Bu Broto. “Losmen di TVRI akan terus berjalan! ‘Ever onward, never retreat’!,” katanya penuh semangat.

Ditulis oleh: Rachmat Riyadi

Dok. Monitor – No. 70/II/minggu ke-1 Maret 1988/2-8 Maret 1988, dengan sedikit perubahan

Komentar

Postingan Populer