BONUS - TVRI PENUH DENGAN EFEK. ADA YANG BAGUS, ADA PULA YANG JELEK

JELEK. Pudjiastuti mengoperasikan ADO. Perhitungan per sekian detik, dengan banyak tombol, belum tentu menjamin hasil. “Tergantung tepat tidaknya. Salah-salah malah jadi jelek,” katanya

GAMBAR, PUTAR. Penyiar membacakan naskah berita. Di sisi kanan atasnya ada kotak monitor berisi gambar materi. Pada detik kesekian gambar yang semula berukuran kecil itu membesar, melayang, menggantikan penyiar dan memenuhi segenap tepi layar kaca. Suatu hal yang boleh dikata baru (waktu itu). Mengingat sebelumnya pemindahan gambar ke gambar hanya melewati proses ‘cut to cut’ dan sangat tegas.

Belakangan – terutama sejak TVRI memasuki usia 25 tahun (1987, red) – gaya tayangan menjadi lebih dinamis. Gambar melayang dari kecil ke besar, berbalik, mozaik pecah, pergantian melalui efek putar ataupun bintang, ataupun dilingkari garis tepi dalam ukuran yang tidak sepenuh layar TV. Ada juga perubahan di segi tulisan. Baik untuk telop biasa, teks terjemahan film, judul acara, ataupun isian-isian lain.

 

EFEK. Beberapa contoh penggunaan ADO oleh TVRI. Yang paling rajin dan dengan pola tetap adalah siaran berita 

Selekta Pop mungkin sudah mendahului. Berpacu Dalam Melodi, kurang lebih memakai gaya yang hampir sama. Kemudian Monitor Olahraga, atau bahkan cuplikan-cuplikan adegan dalam Cakrawala Budaya Nusantara. Banyak sub-bidang di TVRI Jakarta menjadi pusat olahnya. Bisa dalam proses penyuntingan, bisa di ‘telecine’, bisa langsung di studio, atau di subkontrol.

Yang terakhir merupakan bagian pokok, karena proses pembikinan dilakukan pada saat siaran. Semua gambar – entah datng dari studio produksi dari sub-direktorat pemberitaan, atau siaran ‘live’ dari lura – pada saat ‘on air’, pasti melalui bagian ini. Ada alat yang disebut Ampex Digital Optic (ADO), elemen kunci untuk menciptakan efek macam-macam.

Panel-panel kecil plus ‘joystick’ yang ada di situ dipakai untuk mengolah gambar, komposisi yang berjumlah 180 bisa direkam dalam disket.

 

POLES. Budi Utomo sedang menyunting acara. Yang pokok bagi seorang editor, katanya, memoles gambar agar jadi bagus. Malah terkadang, ia kebingungan, lantaran materi gambarnya jelek. “Kalau sudah begitu, saya tak bisa minta tolong siapa-siapa,” katanya 

Ada juga sarana tambahan, yakni VISTA, memproses gambar dan judul acara seluruh hari siaran, terutama dalam peralihan gambar ke gambar. Misalnya, gambar yang ada di layar TV kita: FS (film seri) Dynasty. Saat beralih ke ‘thriller’ digunakan efek menyilang. Jadi, seolah-olah telop “film seri Dynasty” diiris diagonal, berganti dengan ‘thriller’ atau cuplikan adegan.

Semuanya berjumlah 32 pola, yang disebut oleh Gimin Margono, kasubsi ‘switcher’ pada Gimin Margono, kasus ‘switcher’ pada seksi operasional studio, bidang teknik TVRI. “Seperti masakan saja, ada banyak menu, tergantung mana yang kita pilih.” Kalaupun makanan itu sudah dipilih, tambah Margono, masih juga bisa ditentukan, bagaimana kita mau makan.

“Pola yang sudah jelas, selama ini hanyalah berita. Sedang acara yang lain, belum ada. Jadinya, kami cuma mendasarkan pada tepat tidaknya efek ini dipakai,” kata Pudjiastuti, ‘switcher’, staf Gimin Margono. Acara-acara yang tidak terlalu memungkinkan diberi efek, menurut Pudjiastuti seperti Berita Terakhir, Ulasan TVRI, dan acara Mimbar Agama. Alasannya karena polanya sudah baku, juga karena tidak tepat, terutama Mimbar Agama.

 









SIAR, PUDAR. Mengingat sifatnya sebagai elemen kunci, pengerjaan alat ini memerlukan konsentrasi tinggi. Setidak-tidaknya seperti dibilang oleh Pudjiastuti, bahwa apapun gambar yang mereka buat, tersiar sampai ke Irian Jaya. Jadinya, seluruh materi gambar dalam sepanjang har isiar, dikontrol oleh pengarah acara umum, dihafalkan ruutan waktunya berdasarkan ‘rundown’ harian, kemudian dikerjakan.

Soal materi atau bahan, ADO tidak mengenal perbedaan. Bisa berupa film selebar 1 atau 2 inci, Beacam, pita U-matic, atau yang lainnya, yang di TVRI memang tak pernah seragam. Atau sekadar tulisan yang diproses oleh ‘character generator’ di ‘telecine’. Smeua sama, terserah mau dibikin apa.

Dalam soal pembuatan hingga jadi, tentu para pekerja bukan hanya menggantungkan pada alat ini saja. Di studio VII TVRI Jakarta, ada ‘digital video effect’ yang kurang lebih berkemampuan sama. Hanya saja, alat ini (waktu itu) masih dipinjam dari Jepang, jadi pemanfaatannya (waktu itu) masih terbatas. Paket acara seperti Selekta Pop, sering menggunakan alat ini. Juga Safari. Gambar penyanyi yang di dalam kotak, tiba-tiba terbang, digantikan oleh gambar yang sama atau yang lain.

Efek gambar penyanyi di dalam bentuk abstrak bergerak-gerak, sepreti dalam Safari, dihasilkan dari modulasi suara yang divisualisasikan. Proses pembikinan bisa sewaktu ‘editing’, di ruang ‘telecine’, atau sekaligus digabung dnegan ‘digital video effect’ dan ADO. Baik dikerjakan oleh pengarah acara, editor, maupun ‘switcher’. Penyuntingan atau ‘editing’, dengan sendirinya merupakan faktor yang tak kalah pokok.

Lewat bidang inilah sebuah gambar mencapai tahap semifinal. Baik mengemasnya menjadi sajian utuh, menambahkan dnegan ‘options’ atau pilihan yang ada, ataupun mengisi dengan audio atau suara. Kemudian proses akhirnya dilakukan di sub-kontrol tempat Gimin Margono mengkomando sifatnya. Tentu faktor pengarah acara juga ikut menentukan. Ia mau bikin acaranya seperti apa, kemduian pengolahannya bagaimana.

Budi Utomo, (saat itu) 31 tahun, salah seorang dari 26 editor di TVRI Stasiun Pusat Jakarta, menyebutkan, “Yang penting pada saat acara dibuat, harus sudah terpikirkan, nanti mau disajikan seperit apa? Ini bisa didiskusikan dengan juru kamera, tata lampu, ataupun editor.”

Yang selama itu terjadi, menurut Budi, pingpong antara mereka. Walaupun ada kalanya – dan ini yang lebih sering – editor menambahkan dengan satu dua gaya ataupun efek. Paket acara seperti Monitor Olahraga, misalnya, kendati sebetulnya milik sub-direktorat pemberitaan (dalam hal ini seksi olahraga), lebih banyak ditangani Budi. Mungkin karena dirasa editor lebih punya keleluasaan memanfaatkan alat yang ada.

 



























Berbicara tentang suka-duka pengeditan, Budi menunjuk acara Berpacu Dalam Melodi dan Silih Berganti sebagai contohnya. Yang paling awal adalah audio. Dia mendengarkan musik yang mau dipakai untuk ‘tune’ pembuka. Kemudian dia cari akal mencari gambar. Bisa melalui ‘options’ yang ada, bisa pula melalui syuting produksi.

Setelah jadi, baru dirangkai menurut kecocokan dengan audio. Kemudian, ditambahkan dengan efek-efek. Jadilah gambar radio yang “terbang” dari salah satu sudut di kotak TV yang disorot ‘close up’.

 















































































Kalau kemudian ditambahkan dengan telop, harus juga dipikirkan, telop itu mau diapakan? Mau ditumpangkan gambar, mau muncul kemudian memudar, atau menghilangnya lewat caara beprutar. Semuanya berjalan secara sederhana, sebetulnya. “Dan alat-alatnya pun ada,” tambah Budi. “yang justru lebih sulit, adalah mengusahakan agar audio tidak terpotong. Gambar sih bisa dipotong. Kemudian, dipoles untuk disajikan. Tapi audio, kalau bisa, jangan.”



Ia menunjuk acara wayang sebagai pemilik faktor kesulitan paling besar. Gending atau tembang, katanya, menurut pakem, telah disesuaikan dengan gerakan penari atau pemain. Oleh karenanya, pemotongan harus mempertimbangkan gerakan dan gending yang melatari gerakan itu. Lain halnya kalau editor ikut dalam proses pembuatan. Atau sebelum syuting sudah terpikirkan, bagiamana nanti jadinya, dan bagaimana model-model penayangannya.

Beberapa mungkin sudah terjadi. Tapi yang lebih banyak, (waktu itu) belum ada konsep matang dalam soal penayangan ini. Hasilnya, ya seperti kita tahu akhir-akhir itu: banyak sekali penggunaan efek, sampai-sampai terkesan sarat dan mewabah.

Itu baru satu sisi ketidakmatangan. Belum lagi yang lain, kalau ktia menyoroti kesalahan teks, misalnya, atau kekeliruan pencet tombol ‘switch’. Tak mengapa, memang, mengingat TVRI baru belakangan itu membuktikan usahanya menerapkan teknik-teknik dan alat-alat canggih. Yang paling gampang dilihat adalah segi presentasinya.

Syukur-syukur, tidak lama lagi (dari saat bacaan ini dimuat Monitor-red), kita (waktu itu) akan melihat pergantian gambar ke gambar negeri dalam video-video luar negeri, atau seperti jurnal Olimpiade Seoul 1988, atau yang lebih manis, seperti jurnal Piala Dunia Meksiko 1986 tempo hari.

Ditulis oleh: Slamet Riyadi

Dok. Monitor – No. 104/II/minggu ke-4 Oktober 1988/26 Oktober-1 November 1988, dengan sedikit perubahan

Komentar

Postingan Populer