SEPEKAN SINETRON ULANG TAHUN, MENYONGSONG TAHAP TINGGAL LANDAS TVRI

Teguh Karya menyutradarai Arak-Arakan 

MULAI Selasa malam, 25 Agustus 1992, TVRI menayangkan sepekan sinetron ulang tahun. Sheari sebleumnya, TVRI memperingati hari jadinya yang ke-30. Usia yang cukup dewasa untuk ukuran sebuah lembaga penyiaran. Jauh lebih dewasa ketimbang televisi lain (swasta) di sini. Sepekan sinetron ulang tahun agaknya (waktu itu) telah jadi tradisi.

Selain Arifin C Noer, juga tampil sutradara pelanggan Piala Citra, teguh Karya (menampilkan sinetron bertajuk Arak-Arakan), Slamet Rahardjo Djarot (Anak Hilang), Agus Wijoyono yang kita kenal sebagai sutradara miniseri Sengsara Membawa Nikmat pun menydoorkan lakon sinetron Lelaki Dari Tanjung Bira, R. Wiedjayanto (Melodi Yus dan Riri), Chep Masduki (Misteri Kecapi), serta Mustafa (Nasib Oh Nasib).

Sepekan sinetron ulang tahun TVRI, tak ubahnya sebuah barometer sekaligus evaluasi dari perjalanan sinetron TVRI sendiri. Di sepekanlah pekerja kreatif TVRI menelurkan karya puncaknya. Rintisan pernah dilakukan almarhum Tiar Muslim dan almarhum Irwinsyah, di samping nama lain seperti Dedi Setiadi.

SINETRON terlanjur dinyatakan sebagai tontonan primadona. Dengan gegap-gempitanya muncul juga sepekan yang lain, termausk sepekan sinetron remaja, sepekan sinetron akhir tahun, sinetron anak-anak, dan sebagainya. Dalam kancah kreatif, persaingan di antara pekerja TVRI, makin ketat. Apalagi setelah sutradara non-TVRI ikut diberi peluang.

Karena merekalah, transformasi terjadi dan bermanfaat. Pengalaman Teguh Karya ketika menggarap sinetron Pulang (1988) ialah bukti kecil, betapa manfaat itu ada. Juga saat Slamet Rahardjo Djarot menetaskan Anak Hilang, kedua belah pihak saling berdialog. Teguh Karya ataupun Arifin C Noer bukan orang asing bagi TVRI.

Bersama grupnya (Teater Populer dan Teater Ketjil), keduanya pernah menjadi pengisi setia TVRI. Kalau belakangan itu, secara total, mereka terlibat dalam hubungan yang mesra, menularkan wawasan, bukan tidak mungkin pisau yang dimiliki pekerja kreatif TVRI (waktu itu) akan semakin tajam. Apalagi jika ditempatkan dalam konteks persaingan sumber daya antar stasiun penyiaran.

Memang, persaingan harus dijawab. Tentu tidak bisa hanya lewat sepekan sinetron semata. Harus juga dijabarkan pada acara-acara lain.

Momentum sepekan sinetron makin berarti pada usia TVRI yang ke-30 ini. Bisa pula dikata, sepekan sinetron 30 tahun TVRI tidak lain kado Istimewa buat Aziz Husein (Direktur Televisi) sekaligus kado perpisahan bagi Ishadi SK (mantan direktur televisi). Kiranya, seusatu yang Istimewa bisa digulirkan pada masa (yang saat itu akan) datang. Juga ditingkatkan sampai akhirnya, TVRI-lah penghasil sinetron berbobot. Inilah tolok ukur menyognsong tahap tinggal landas TVRI.

Ditulis oleh: Syamsuddin Noer Moenadi

TASI OH TASI: “PEMBERONTAKAN SAMPAI LEMBAH HITAM” (SEPEKAN SINETRON ULANG TAHUN, TVRI PROGRAMA 1 – SELASA, 25 AGUSTUS 1992 Pkl: 23.00 WIB)

Arifin C Noer

TASI minggat ketika kakaknya, Keni, bakal dinikahkan. Inilah awal pemberontakn Tasi. Ketika menginjak remaja, Tasi dipaksa menikah dengan lelaki yang usianya jauh lebih tua. Maka pada malam pengantin, Tasi berubah pikiran. Diam-diam melarikan diri bersama Arja, kekasihnya. Mereka memang dilanda cinta monyet.

Nasib membuat mereka terdampar di Jakarta. Mereka tinggal di rumah paman Arja, yang kemudian memulangkan Tasi-Arja ke orangtua mereka di kampung. Lalu nasib pun menghendaki Tasi bekerja di warung Tegal. Kerja Tasi rajin, disukai banyak orang. Tasi pun mengenal seorang lelaki, lantas jatuh cinta. Hubungan mesra sekali, dan Tasi hamil. Tetpai lelaki itu pergi entah ke mana.

Nasib Tasi pun terus menggelinding. Oleh induk esmangnya, Tasi diperkenalkan kepada sopir truk. Sopir truk ini bersedia menikahi. Tak sampai 5 bulan, suami Tasi yang sopir truk itu juga pergi. Tasi pun ketemu Nining. Maka mulailah Tasi terjun menjadi pelacur. Tasi tinggal di kompleks hitam, menjajakan diri sembari membawa anaknya yang dianggap sebagai maskot. Lantaran anaknya, Tasi memang laris.

Tidak disangka, Casmad – kakak Tasi – muncul dan mengajak Tasi keluar dari lembah hitam itu. Tasi setuju. Mereka mencoba menempuh hidup yang lebih baik. Kedua kakak-beradik itu mengajak orangtuanya. Tapi orangtuanya menolak. Alasannya, mereka masih mencintai lingkungan yang dipijak. Kendati banyak tangan modern yang merusak, hingga lingkungan di kampung halaman sudah tidak ramah.

Pemeran: Eeng Saptahadi, Metya Nosana, Eko Hariyanto, Shinta Muin

Cerita/skenario/sutradara: Arifin C Noer

Produksi tahun: 1992

Batas usia: Segala umur

NASIB OH NASIB: “KEJUJURAN MEMBAWA CELAKA” (SEPEKAN SINETRON ULANG TAHUN, TVRI PROGRAMA 1 – RABU, 26 AGUSTUS 1992 Pkl: 21.35 WIB)

 Nasib (Herman Ngantuk) meratapi nasibnya

INI cerita tentang nasib sang tokoh bernama Nasib serta Imah, istrinya. Menjadi urban di Jakarta, ingin cari peruntungan bersama warga metropolitan yang jutaan jumlahnya.

Sebagai pribadi yang jujur, Nasib memagn sudah dilirik oleh sang nasib menjadi orang sial melulu. Sebagai petugas pencatat barang di sebuah gudang, Nasib ketemu orang-orang yang justru tak senang akan kejujurannya. Oleh berbagai situasi, Nasib disudutkan. Ia bahkan terpental, dan digeser kedudukannya, sebagai penjaga pintu ruang kerja bossnya.

Dan inilah Jakarta. Ketika Nasib menjalani kehidupan ‘bohemian’, ia malah dianggap sebagai orang sakti. Nasib yang asyik melamun di pinggir jalan, tiba-tiba didatangi seseorang yang bertanya tentang nomor undian. Sekenanya Nasib menjawb. Tapi belakangan justru tepat. Pengalaman baru sebagai dukun nomor dijalani Nasib. Setiap angka yang ia ucapkan adalah rejeki bagi para pemasang undian.

Orang pun datang berbondong-bondong, tentu seraya memberikan imbalan. Skeali lagi, Nasib dihadapkan pada pertanyaan. Jujurkah tindakannya, tanpa bekerja uang datang dengan sendirinya?

Ditulis oleh: Jodhi Yudono

Cerita & skenario: S. Dalimunthe

Pemeran: Herman Ngantuk, Evi Lutfiani

Sutradara: Mustafa

MISTERI KECAPI: “TEKA-TEKI KEMATIAN” (SEPEKAN SINETRON ULANG TAHUN, TVRI PROGRAMA 1 – KAMIS, 27 AGUSTUS 1992 Pkl: 21.40 WIB)

Rudy Wowor sebagai Damil 

KEMATIAN Marina – istri Daniel (lelaki keturunan Belanda) – sudah berlnagsung lama. Mada, adik Marina, pun sudah mengetahui. Suatu ketika, Mada tergugah untuk membicarakan sebab-musabab kematian kakak perempuannya dengan Daniel.

Begitu menginjak rumah kakak iparnya, Mada menjumpai sesuatu yang aneh. Mada ketemu Ana (adik Daniel), Jali (pelayan yang gagu), juga Maria (pembantu rumah tangga). Amada diterima Daniel secara terbuka. Toh, masih saja terselubung misteri. Apalagi bila membicarakan soal kematian Marina.

Daniel sepertinya menyembunyikan sesuatu. Mada menyimpulkan, kedatangannya tidak disukai. Tapi Mada kian tertarik untuk bisa membeberkan misteri kematian kakak perempuannya. Pelan-pelan misteri dikorek. Daniel pun menceritakan dengan berat hati. Mada akhirnya memaklumi, kematian kakaknya tidak menyisakan hal yang ganjil.

Mada memutuskan pulang. Tapi sayup-sayup kecurigaan muncul. Terdengar suara kecapi. Dentingnya menimbulkan tanda tanya. Siapa yang memetiknya? Pikiran Mada makin menerawang jauh. Apakah Marina mati karena dibunuh? Siapakah yang membunuh Marina? Betulkah suaminya sendiri terlihat? Misteri Kecapi (waktu itu) akan memberikan jawaban.

Ditulis oleh: Syamsuddin Noer Moenadi

Pemeran: Lia Waroka, Budi Ross, Rudy Wowor, Tetty Liz Indriati, Remy Sylado, Anton Samiat

Cerita-skenario: Ferian Erlangga

Sutradara: Chep Masduki

Tahun produksi: 1992 (sinetron)

Batas usia: Segala umur

Dok. Citra – No. 125/III/19-25 Agustus 1992, dengan sedikit perubahan

Komentar

Postingan Populer